Aku bercermin mematut refleksi diriku dengan tatapan nanar. Aku menatapnya cukup lama sembari sibuk berfantasi dengan ribuan kata ‘seandainya’. Sepersekian detik, aku mendongak menatap langit ruangan bercat hijau pupus. Aku menghela napas sembari tersenyum setelah merampungkan episode terakhir drama populer bulan ini (September). Drama yang bagiku memerangi sekaligus mendewakan keagungan visual. Yap, GANGNAM BEAUTY.
Kamis, 08 November 2018
Senin, 29 Oktober 2018
"Tulis dengan bahasa yang mudah dimengerti"
"Jangan pake bahasa yang berlebihan"
"Tulisanmu harus berguna untuk orang lain"
Saat itu, aku tersentak. Tiga kalimat yang benar-benar menampar.
Aku diam. Menatap tulisanku yang masih dihadapan. Kemudian, sibuk merevisi menjadi 'bahasa yang mudah dimengerti'.
"Bahasa yang mudah dimengerti itu seperti apa?" Entahlah.
Sabtu, 27 Oktober 2018
Bulir kayu meratapi ritme
Tertatih merajut senar dengan belati sore
Riaknya kejam membanting antusiasme
Sarkas lembut dalam frame, barikade.
Tertatih merajut senar dengan belati sore
Riaknya kejam membanting antusiasme
Sarkas lembut dalam frame, barikade.
Lidahnya tanpa permisi memblokade kromosom anafase
Mental menyatakan stagnasi, memberi kode
Melodi monster terbayang tak berampun ribuan dekade
Tak sadar jika telah membunuh ruh per episode
Jijik. Bengis dan beringas terbuai fanatisme.
Mental menyatakan stagnasi, memberi kode
Melodi monster terbayang tak berampun ribuan dekade
Tak sadar jika telah membunuh ruh per episode
Jijik. Bengis dan beringas terbuai fanatisme.
Kenalkan, merekalah sang penyembah indah lekuk feminisme.
Pembunuh bersenjata lidah penghancur mental yang enteng kampanyekan 'jubek, raje'
Tiga nama pamungkas : tak pernah diadili sebab menjadi bunglon yang berkamuflase.
Si A, si B, si C.
Selamat terkurung dalam frame.
Pembunuh bersenjata lidah penghancur mental yang enteng kampanyekan 'jubek, raje'
Tiga nama pamungkas : tak pernah diadili sebab menjadi bunglon yang berkamuflase.
Si A, si B, si C.
Selamat terkurung dalam frame.
Sabtu, 20 Oktober 2018
Kamis, 18 Oktober 2018
“Ayo kesini lagi ketika kita sudah tua”
“Bagaimana kamu pada saat itu? Apakah kamu akan seperti kakek-kakek yang perutnya buncit? Hahaha”
“Ah tidak, aku akan terus membentuk badanku bahkan ketika aku sudah tua”
Jumat, 21 September 2018
Aku kembali mengawali tulisanku dengan langit sebagai kata kunci. Bagiku, langit memberi energi dengan warnanya yang penuh gradasi dan gemintangnya yang sorak sorai penuh simfoni. Kali ini, langit masih hitam sebab langit yang menghitam adalah wadah milyaran kata menunggu masa tuk diretas. Pitam andromeda nampaknya semerbak hilir dengan aroma jangkrik di sekeliling pematang. Krik. Krik. Begitulah. Tak ada suara hantaman, hanya beberapa napas panjang yang mendesah berkejaran dengan masa.
Seperti warna langit yang tetap kelam
ketika malam, gemintang mulai bersinar tak ber aba. Tanpa sadar,
detik menyeret detak sampai di seperdelapan malam ketika detik sedang berlomba
dengan jarum pendek di antara angka satu dan dua.Tak ada tanda pita suara
bergaung diudara dengan sengaja. Hanya saja, seolah diseret detik, malam ini
hanya menyisakan suara detak dan jangkrik.
Sesekali atau mungkin setiap beberapa detik, paru-paru menunjukkan tanda
respirasinya. Ya, suara desah nafas yang menghela turut memeriahkan sinfoni
malam ini.