Senin, 25 Maret 2019

Syair Permintaan Hamba

10.21 0 Comments
Kuterdiam dibalik berjuta semu peristiwa
Kutatap beribu fatamorgana surya
Tiada berbelok sederajat mata
Terpaku akan satu peristiwa

Butiran hujan saksi segala
Dengan penuh segala kemelut jiwa
Memutar memory sembari menghamba
Kristal jatuh bentuk segara

Ya rabb...
Pangkulah tangan hamba
Dalan senda dan derita
Dengarlah hamba pinta
Dalam untaian syair nada

Ya rabb...
Hilangkanlah segelimang derita
Yang kini erat selimuti hamba
Dengan penuh lumpur dosa
Mengadahkan tangan dihadapan muka
Tuk dapat ampunan dari yang kuasa

Ya rabb..
Ilhamilah segala kehidupan hamba
Agar napas tak sia-sia
Berilah secercah cahaya
Agar benderang di pelupuk mata

Ya rabb......
Lapangkanlah segala jalan hamba
Tuju hidayah dari penguasa jagat raya
Tiaada lagi ribuan cara
Cukup merengkuh sujud di alas sajadah sutera






Situbondo, 18 Agustus 2011

Sabtu, 16 Februari 2019

Bahagia : Sebuah Variabel Semesta

10.49 0 Comments


Apa definisi bahagia?
Apa yang membuat kita bahagia?
Sudahkah kita berbahagia?
Benarkah tertawa adalah penanda bahagia?

Jika menjawab pertanyaan itu tak butuh waktu lama, maka selamat kau telah berbahagia. Tapi jika sampai kau baca kalimat ini kau masih belum menentukan jawabannya, maka jangan sedih. Kau tidak sendiri.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan bahagia sebagai keadaan atau perasaan senang dan tentram (bebas dari segala yang menyusahkan). Paralel dengan itu, bahagia juga menurunkan beberapa kata seperti berbahagia, kebahagiaan, membahagiakan, dan sebahagia. Jika didefinisikan lagi, berbahagia berarti suatu keadaan bahagia atau menikmati kebahagiaan. Sedangkan kebahagiaan berarti kesenangan dan ketentraman hidup (lahir batin) atau keberuntungan yang bersifat lahir batin. Pada variabel tertentu, bahagia juga dapat berubah jamak menjadi membahagiakan yang objeknya adalah orang lain (bisa jadi merupakan orang terdekat). Lantas, jika dalam hakikat definisi bahagia sesederhana itu mengapa banyak orang yang merasa tidak bahagia?

Jawabannya juga cukup sederhana, karena dalam praktiknya bahagia tidak sesederhana itu.

Tidak banyak orang yang benar-benar mengerti cara berbahagia. Hidup di semesta yang punya milyaran kepala, tidak selamanya kebahagiaan kepala satu dengan yang lainnya punya objek yang sama karena pada dasarnya setiap manusia itu berbeda. Sejajar dengan perbedaan kepribadian, maka berbeda pula variabel kebahahagiaannya. Mereka bisa bahagia hanya dengan sibuk bekerja, sedangkan beberapa justru terus tertekan jika bekerja dan ingin segera mengakhirinya. Begitulah variabel bahagia terus berulang namun jangan sesekali disamakan atau terpaksa dihubungkan dengan loyalitas keagamaan. Jangan sesekali membandingkan diri dan berhipotesa dengan mengikuti manusia lainnya yang jelas variabel bahagianya berbeda. Sesungguhnya, kau punya jawaban sendiri, jauh disana, disudut kecil jiwa. Jika saja kau mau mencoba menyelaminya, kau pasti mendapatkannya. Bahkan jika kau belum menemukannya, membandingkan diri dengan manusia lainnya hanya akan membuat konsistensi variebel bahagia yang sudah tertanam disudut jiwamu goyah, atau justru akan tersesat dan tak menemukan jalan keluar. Kabar terburuknya, kau hanya akan terkunci di kotak pandora dengan berbagai kecemasan yang tak pernah berujung dan terjebak oleh puluhan variabel yang coba ingin kau ikuti. Pada titik itu, kau hanya akan merasa hampa, tak berguna, dan serasa hidup namun tak bernyawa, kemudian jatuh sejatuh-jatuhnya. Kotak pandora itu kejam dan cukup membuatmu menderita. Puluhan variabel yang coba ingin kau ikuti akan terus menghantui dan memasang tatap remeh yang membuatmu hanya memekik tangis di sudut semesta. Sementara kehidupan masih berlanjut, kau masih tak bergeming. Jika tak ingin terjebak di kotak pandora, maka berjuanglah menemukan variabel bahagiamu sendiri! Jangan sesekali memancing derita dengan berkaca pada kehidupan orang lain yang pada dasarnya anomali, setidaknya untuk hidupmu.

Di usia 20-an, pertanyaan tentang kebahagiaan kerap kali merujuk pada keadaan tertentu dan bukan lagi tentang objek. Naluri dewasa mulai memengaruhi pola pikir yang membuat kita terus berpikir lebih dalam tentang kata ‘bahagia’. Bahagia bukan lagi tentang bagaimana kita bisa tertawa dengan keras. Bahagia bukan lagi hanya tentang liburan. Dan yang paling eksrem adalah, bahagia bukan lagi tentang uang. Pada titik ekstrem itu, jelas kau benar-benar hampa. Bersyukurlah jika uang masih sedikit memberi kebahagiaan, atau setidaknya kelegaan. Sebab akan sangat menderita seseorang yang bahkan uang tidak bisa memberikannya kebahagiaan. Nilai tukar rupiah, seberapapun kuatnya terhadap nilai dollar tetap tak bisa membeli kebahagiaan yang kau idamkan. Lantas bagaimana kau akan mengatasinya?

Maka izinkan aku memberimu sepenggal pertanyaan, apa yang kau inginkan?

Variabel tak akan muncul tanpa tujuan dan pertanyaan. Ya, tujuan dan pertanyaan akan menentukan dan membentuk variabel. Sebagaimana tujuan akan menjawab pertanyaan, begitulah hukum yang tak bisa dibantah, bahkan dengan nilai agamis sekalipun. Silahkan jawab pertanyaanku, apa yang kau inginkan?

Sampai di titik ini, jika jawabanmu bukan ‘aku tidak ingin hidup’ maka selamat, harapanmu masih melayang jauh melintasi cakrawala sedang kau tak menyadarinya karena terlalu sibuk menunduk meratapi. Kau mungkin terlalu sibuk meratapi subyek kegagalan dan penyesalan hingga membuatmu melupakan satu hal, bahagia. Bukankah kau yang kini ingin menyerah hanya fokus pada pertanyaan ‘kenapa aku gagal?’, ‘kenapa aku tidak beruntung?’ bukannya mencoba menjawab ‘apa yang kuinginkan?’. Jika iya, maka variabelmu bukanlah bahagia, tapi kegagalan. Jika tidak ingin merasa demikian, perlahan ubah variabelmu, tak usah terlalu terburu-buru. Mengubah variabel tidak akan mengubah hukum alam. Berfikirlah untuk bahagia, alih-alih meratapi kegagalan. Jika kau tak punya seseorang yang menguatkan, maka setidaknya jadilah kuat untuk dirimu sendiri.

Pada konsepnya, hidup tidak mululu kejam seperti yang dicetuskan penghuninya. Hanya saja, di semesta yang penuh dengan bias terkadang kami tak cukup pandai menentukan variabel. Hidup bukanlah konstanta yang stagnan di satu titik temu. Fleksibilitas sangat dibutuhkan, meski tidak mutlak. Namun, jika terpaksa stagnan maka bersyukurlah selama tidak mundur. Stagnasi adalah sebuah jeda untuk menentukan variabel baru. Bahkan jika variabel itu terkembang dalam banyak hal, bahagia tetaplah menjadi tujuan yang menjawab pertanyaan. Bagitulah seharusnya. Maka, selamat menentukan variabel. Pastikan selalu berbahagia di alam semesta.

Salam, Dinda Yoanita.

Selasa, 29 Januari 2019

Murka Samudera Biru (Antologi Puisi 'Lautku Lautmu') -2

02.24 0 Comments

Senandung derai ombak merintih dalam pilu
Lambaian nyiur seolah menjadi saksi bisu
Jutaan ampas hidup manusia berceceran bersekutu
Sebab permukaannya penuh abu dan debu
Air samudra pun menghitam,sudah tak lagi biru

Samudra dan manusia pun seakan bersiteru
Manusia acuh, ampas hidup yang berceceran dianggapnya angin lalu
Sedang samudra muram dan memekik sabar, dalam bisu
Berharap detik kemudian manusia sadar  karena waktu
Menunggu tuk kembali membiru

Lelah menunggu, pun samudra murka tanpa malu
Gelombang bah merenggut nyawadi seluruh penjuru
Melululantakkan pondasi kuat yang terbangun sejak dahulu
Porak-porandakan dan hancurkan pesisir tanpa ragu
Inilah murka samudra biru

Rintihan, teriakan, dan tangisan menggelegar menusuk kalbu
Samudra tak peduli, sebab dendam begitu membelenggu
Gelombang mengganas dan menghitam menelan waktu
Jutaan pasang mata hanya pasrah menatap bencana dengan sayu
Inilah murka samudra biru

Sedetik pun berlalu
Sebagian merasa malu pada samudra biru
Semua mata terbuka, menyadari kesalahan di masa lalu
Untaian maaf pun bergema diseluruh penjuru
Senandung janji terucap mantap tuk buat samudra kembali membiru

Di sudut Pulau Jawa, 2015


Syair Duka Segara (Antologi Puisi 'Lautku Lautmu') -1

02.21 0 Comments


Senandung hempasan busa diatas pasir terbingkai dalam doa
Debur ombak, sesekali menjadi alunan syahdu pengantar duka
Semburat kuning kemerahan diujung segara menambah kemelut senja
Nyiur melambai, menyeringai seolah mengutuk hamparan samudra

Disana, tepat ditengah samudra
Ribuan manusia meregang nyawa
Nyawa hilang tanpa peduli asal usul raga dan tujuannya
Gelombang rontokkan nyawa tanpa ampun dengan keganasannya

Nelayan yang mencari penghidupan hajat manusia
Balita yang tengah berlibur dengan keluarga
Tentara yang tengah mengabdi karena tugas kenegaraannya
Hingga pejabat yang melintas karena urusan pentingnya
Semua, ditelannya

Tak peduli bagaimana, tergelincir ataupun badai segara
Semua ditelannya
Tanpa peduli, ada jutaan pasang mata sayu yang menunggu di sudut pengharapan samudra
Tak peduli, beban apa yang akan ditinggalkan sepeninggalnya

Hei segara! Hei Samudra!
Sebenarnya, siapa yang kau puja?
Sang Pencipta Jagat Raya atau yang lainnya?
Mengapa kau telan semuanya?
Mulai yang masih balita, belia, hingga renta?
Apa tujuanmu sebanarnya?
Apakah benar untuk menjadi prajurit kerajaan bawah samudra?

Sadar Segara!
Pemegang kendali di dunia ini hanya Yang Maha Kuasa
Bukan Ratu, Raja seperti yang kau duga
Lihatlah sudut sana
Ada bayi mungil yang kehilangan ayahnya
Ada gadis kecil yang kehilangan ibunya
Ada ibu yang kehilangan anaknya
Ada suami yang kehilangan istrinya, dan sebaliknya
Pun, ada yang sebatang kara

Tengoklah, tak adakah satupun yang mengiris hatimu segara?
Dengan keangkuhanmu apakah kausadar banyak orang yang tersiksa? Menderita?
Mereka hanya menanti satu hal, segara!
Tak apa kau ambil nyawa, tapi tidak dengan raganya
Dalam syair duka ini, semua meminta
Kembalikan jasad mereka, segara!

Suatu tempat di sudut Indonesia, 2015





Kamis, 24 Januari 2019

Review Film The Conjuring (2013) : Siapa Annabele?

07.48 0 Comments



The Conjuring adalah film horror Amerika Serikat berdurasi 112 menit yang telah dirilis pada tahun 2013 lalu. Disutradarai oleh James Wan yang juga menyutradarai beberapa film populer Amerika, The Conjuring mampu meraih keuntungan hingga ratusan juta dollar Amerika. Meskipun, beberapa situs web yang memberi penilaian terhadap film memaksimalkan nilainya di angka yang relatif standard. Nilai tersebut berkisar di angka 7,2/10 serta 69/100. (Sumber Data : Wikipedia).


 Film horror populer ini, menitik beratkan pada kisah nyata perjalanan hidup sepasang suami istri demotologist yang bernama Lorraine Warren (Vera Fermiga) dan Ed Warren (Patrick Wilson). Di awal kisah yang bisa disebut adalah sebuah bagian prolog atau pembukaan, dikenalkan bahwa Lorraine beserta suaminya, Ed adalah seorang pemburu (atau yang lebih tepat disebut sebagai konsultan) hantu. Pada bagian prolog ini, kenyataan awal bahwa keduanya adalah konsultan hantu dijelaskan lewat beberapa dialog antara keduanya (Lorraine dan Ed) dengan Camilla (Amy Tipton), Debbie (Morganna Bridgers), dan Georgiana (Marion Guyot). Ketiganya, mengeluhkan tentang beberapa kejadian aneh yang terjadi di apartemen tempat tinggalnya. Keanehan tersebut, diduga berasal dari Annabelle, boneka berwujud anak perempuan yang dimiliki oleh Debbie. Dari awal bagian prolog, jika kita menutup mata untuk tingkatan selanjutnya, semua akan mengira bahwa point penting dalam film ini adalah Ed dan Lorraine Warren serta boneka Annabelle.

Terlepas dari prolog yang telah dijelaskan, seketika kisah yang dibahas mulai berbeda. Pembahasan tentang cerita Annabelle di prolog kemudian tenggelam kerana hadirnya tokoh-tokoh baru yang jika dikaitkan dengan tokoh yang muncul di bagian prolog tidak memiliki keterkaitan yang jelas. Dari sini, akan tersirat sebuah pertanyaan yang mendasar, apa hubungannya boneka Annabelle dengan konsepsi dan konteks yang dibahas dalam film ini? Pertanyaan ini begitu memuncak, tak menemui jawaban yang legal dan sesuai dengan logika. Sempat terpikir beberapa saat, lewat dialog Ed dengan seorang peserta dalam sebuah forum presentasinya bahwa bonaka Annabelle telah diamankan di tempat yang aman, apakah pembahasan mengenai cerita Annabelle berhenti sampai di prolog saja?

Tokoh-tokoh yang muncul dalam film ini kemudian, adalah sebuah keluarga yang baru memutuskan untuk pindah rumah. Keluarga ini diketahui adalah sepasang suami istri bernama Roger Perron (Ron Livingston) dan Carolyn Perron (Lili Taylor) beserta kelima anaknya yaitu Andrea (Shanley Carwell), Nancy (Hayley Mc Farland), Cristine (Joey Kiney), Cindy (Mackenzie Foy), dan April (Kyla Deaver). Kesemuanya, tidak ada kaitannya secara langsung dengan pembahasan mengenai boneka Annabelle di awal dibukanya penceritaan. Mungkin, beberapa orang beranggapan bahwa alur atau plot yang dibangun penulis skenario disini adalah multiplot dengan beberapa tokoh yang dianggap tidak berkaitan ternyata memiliki sebuah hubungan yang masih memiliki relevansi dalam keberlangsungan serta kesinambungan naratif cerita tersebut. Namun, sampai pada pertengahan cerita. Ketika point-point klimaks sudah mulai dimunculkan secara visual dan mental serta kejiwaan masing-masing tokoh, masih saja tak menemui jawaban. Lantas, apa sebenarnya hubungan boneka Annabelle dengan keberlangsungan dan kesinambungan cerita ini?

Dari awal pembahasan, memang tak hanya Annabelle yang menonjol pada prolog cerita. Disana, juga terdapat sepasang suami istri demotologist yang juga telah dibahas pada paragraf-paragraf sebelumnya. Keduanya (Ed dan Lorraine), pada akhirnya dipertemukan dan dihubungan dengan Carolyn di sebuah forum. Carolyn kemudian meminta bantuan Ed dan Lorraine untuk mengatasi beberapa pengalaman supranatural mengerikan yang terjadi dirumah barunya sehingga mengganggu mental kelima buah hatinya. Dari keterkaitan ini, jelas membuktikan bahwa pada akhirnya prolog dengan keberlangsungan cerita mulai berkaitan dan saling berkesinambungan. Anggapan multiplot yang dianut mulai sedikit teraba jelas. Namun, kemudian timbul beberapa pertanyaan yang lagi-lagi mengganjal. Apa hubungannya dengan boneka Annabelle?

Dan masih Annabelle, mengapa Annabelle? Sebab, dari shot awal yang diambil seolah mengisyaratkan sebuah simbol yang tersirat. Shot mata Annabelle di awal prolog cerita ini seolah memberi atmosfer yang nyata bahwa film ini akan berkisah tentang boneka Annabelle. Beberapa orang juga pasti menangkap sebuah ketersiratan, bahwa sutradara ataupun penulis skenarionya berusaha membangun sebuah atmosfer Annabelle dalam keberlangsungan cerita. Namun, bahkan sampai pada titik klimaks cerita dalam film ini, keterkaitan antara boneka Annabelle dengan keberlangsungan cerita masih saja tak nampak. Annabelle, hanya sekali muncul ketika Judy Warrens (Sterling Jerins) yang merupakan putri dari Ed dan Lorraine mendapat gangguan dari roh yang mengganggu rumah keluarga Warren. Disana terlihat Bathsheba (Joseph Bisbara) sedang memangku Annabelle diatas kursi goyang. Kemudian, muncul kembali sebuah pertanyaan, apa hubungannya dengan Annabelle? Mengapa juga Bathsheba tiba-tiba muncul di rumah keluarga Warren padahal sebelumnya Bathsheba mengutuk manusia yang memiliki lahannya? Dan mengapa Bathsheba memangku Annabelle?

Beberapa pertanyaan kemudian menyeruak ke permukaan, apa hubungan antara Bathsheba dengan Annabelle? Dalam sebuah dialog antara Ed dan Lorraine, dijelaskan secara rinci mengenai riwayat berawalnya hingga alasan mengapa keluarga Perron mendapat gangguan dari roh-roh. Juga dijelaskan secara rinci mengenai siapa itu Bathsheba pada awalnya. Selain Bathsheba, Ed dan Lorraine juga menjelaskan dalam dialognya mengenai korban Bathsheba sebelumnya yang rohnya juga menghantui keluarga Perron. Dari dialog yang berdurasi tak sampai lima menit itu, semua masalah seolah telah memiliki titik terang. Jika ditinjau dari sudut pandang atau perspektif naratifnya, dialog ini seolah menjadi jawaban yang menghubungkan klimaks dan antiklimaks. Dialog ini ditempatkan tepat setelah klimaks untuk mendorong dan menggiring cerita ke antiklimaks.

Namun, sampai berakhirnya kisah ini, tidak dijelaskan secara rinci mengenai keterkaitan kisah keluarga Perron dengan boneka Annabelle tersebut. Mungkin, keterkaitan yang ditulis oleh penulis skenario adalah keterkaitan tersirat dengan membebaskan penonton menginterpretasikan sendiri mengenai hubungan Annabelle dengan kisah keluarga Perron. Namun, seperti yang telah dituliskan pada awal adegan film ini, cerita ini diilhami dari kisah nyata sepasang suami istri demotologist. Jadi, segala apa yang tercipta dalam visualisasi film serta kontennya, kesemuanya dilandaskan pada kesaksian Lorraine Warren. Kemudian timbul pertanyaan lagi, benarkah Annabelle memiliki keterkaitan dengan kisah keluarga Perron?

Jika ditelaah, Annabelle tidak pernah secara langsung berhubungan dengan keluarga Peron. Adegan atau cerita Annabelle, selalu terpisah dengan cerita keluarga Perron. Satu-satunya yang membuat keduanya terkait dalam film ini adalah Ed dan Lorraine. Annabelle juga tidak pernah terlihat di rumah keluarga Perron.  Jadi, secara kasar dapat disimpulkan bahwa sebenarnya Annabelle tidak memiliki hubungan dengan kisah keluarga Perron. Satu-satunya penghubung adalah kisah kesaksian Ed dan Lorraine yang mungkin pernah mengatasi masalah boneka Annabelle. 

Sedangkan prolog yang terlihat lebih menitik beratkan pada boneka Annabelle diawal hanyalah sebuah simbol yang memperkenalkan latar belakang Ed dan Lorraine sebagai seorang demotologist. Kemudian, kemunculan Annabelle dalam pangkuan Bathsheba sekilas menimpangkan logika struktural yang dipersepsikan pada awalnya. Logika ini membangun sebuah ilusi kenyataan yang tersirat seolah-olah Bathsheba memiliki keterkaitan dengan Annabelle. Walaupun sebenarnya menurut penulis tidak. Sama sekali tidak ada keterkaitan antara Annabelle dengan kisah keluarga Perron. Namun semua itu diselaraskan, ditulis, dan dieksekusi semanis mungkin sehingga membuat keduanya seolah memiliki hubungan yang selaras.

Pada dasarnya, alur yang digunakan penulis skenario ini adalah alur maju. Tidak terlihat ada flashback dalam pengorganisasian waktu di film ini. Kesemuanya saling berlanjut satu sama lainnya. Mulai dari prolog yang masuk pekenalan, klimaks, hingga perjalanan dari klimaks menuju antiklimaks. Cerita ini mengalir dengan continuitas waktu yang teratur. Dialog antara Ed dengan Lorraine yang menjadi titik penyelesaian juga tidak dibuat sebagai flashback. Melainkan lebih kepada terbongkarnya sebuah kenyataan pada waktu itu juga.

Akhirnya, meskipun ada beberapa logika tidak dapat dipahami secara struktural di akal, namun film ini sangat berkesan. Dengan kisah yang secara naratif terbilang sederhana, James Wan mampu mengeksekusi film ini menjadi film yang sangat diperhitungkan.[]





NB : Arsip tugas kuliah yang 'sayang' jika hanya disimpan begitu saja