Selasa, 29 Januari 2019

Murka Samudera Biru (Antologi Puisi 'Lautku Lautmu') -2

02.24 0 Comments

Senandung derai ombak merintih dalam pilu
Lambaian nyiur seolah menjadi saksi bisu
Jutaan ampas hidup manusia berceceran bersekutu
Sebab permukaannya penuh abu dan debu
Air samudra pun menghitam,sudah tak lagi biru

Samudra dan manusia pun seakan bersiteru
Manusia acuh, ampas hidup yang berceceran dianggapnya angin lalu
Sedang samudra muram dan memekik sabar, dalam bisu
Berharap detik kemudian manusia sadar  karena waktu
Menunggu tuk kembali membiru

Lelah menunggu, pun samudra murka tanpa malu
Gelombang bah merenggut nyawadi seluruh penjuru
Melululantakkan pondasi kuat yang terbangun sejak dahulu
Porak-porandakan dan hancurkan pesisir tanpa ragu
Inilah murka samudra biru

Rintihan, teriakan, dan tangisan menggelegar menusuk kalbu
Samudra tak peduli, sebab dendam begitu membelenggu
Gelombang mengganas dan menghitam menelan waktu
Jutaan pasang mata hanya pasrah menatap bencana dengan sayu
Inilah murka samudra biru

Sedetik pun berlalu
Sebagian merasa malu pada samudra biru
Semua mata terbuka, menyadari kesalahan di masa lalu
Untaian maaf pun bergema diseluruh penjuru
Senandung janji terucap mantap tuk buat samudra kembali membiru

Di sudut Pulau Jawa, 2015


Syair Duka Segara (Antologi Puisi 'Lautku Lautmu') -1

02.21 0 Comments


Senandung hempasan busa diatas pasir terbingkai dalam doa
Debur ombak, sesekali menjadi alunan syahdu pengantar duka
Semburat kuning kemerahan diujung segara menambah kemelut senja
Nyiur melambai, menyeringai seolah mengutuk hamparan samudra

Disana, tepat ditengah samudra
Ribuan manusia meregang nyawa
Nyawa hilang tanpa peduli asal usul raga dan tujuannya
Gelombang rontokkan nyawa tanpa ampun dengan keganasannya

Nelayan yang mencari penghidupan hajat manusia
Balita yang tengah berlibur dengan keluarga
Tentara yang tengah mengabdi karena tugas kenegaraannya
Hingga pejabat yang melintas karena urusan pentingnya
Semua, ditelannya

Tak peduli bagaimana, tergelincir ataupun badai segara
Semua ditelannya
Tanpa peduli, ada jutaan pasang mata sayu yang menunggu di sudut pengharapan samudra
Tak peduli, beban apa yang akan ditinggalkan sepeninggalnya

Hei segara! Hei Samudra!
Sebenarnya, siapa yang kau puja?
Sang Pencipta Jagat Raya atau yang lainnya?
Mengapa kau telan semuanya?
Mulai yang masih balita, belia, hingga renta?
Apa tujuanmu sebanarnya?
Apakah benar untuk menjadi prajurit kerajaan bawah samudra?

Sadar Segara!
Pemegang kendali di dunia ini hanya Yang Maha Kuasa
Bukan Ratu, Raja seperti yang kau duga
Lihatlah sudut sana
Ada bayi mungil yang kehilangan ayahnya
Ada gadis kecil yang kehilangan ibunya
Ada ibu yang kehilangan anaknya
Ada suami yang kehilangan istrinya, dan sebaliknya
Pun, ada yang sebatang kara

Tengoklah, tak adakah satupun yang mengiris hatimu segara?
Dengan keangkuhanmu apakah kausadar banyak orang yang tersiksa? Menderita?
Mereka hanya menanti satu hal, segara!
Tak apa kau ambil nyawa, tapi tidak dengan raganya
Dalam syair duka ini, semua meminta
Kembalikan jasad mereka, segara!

Suatu tempat di sudut Indonesia, 2015





Kamis, 24 Januari 2019

Review Film The Conjuring (2013) : Siapa Annabele?

07.48 0 Comments



The Conjuring adalah film horror Amerika Serikat berdurasi 112 menit yang telah dirilis pada tahun 2013 lalu. Disutradarai oleh James Wan yang juga menyutradarai beberapa film populer Amerika, The Conjuring mampu meraih keuntungan hingga ratusan juta dollar Amerika. Meskipun, beberapa situs web yang memberi penilaian terhadap film memaksimalkan nilainya di angka yang relatif standard. Nilai tersebut berkisar di angka 7,2/10 serta 69/100. (Sumber Data : Wikipedia).


 Film horror populer ini, menitik beratkan pada kisah nyata perjalanan hidup sepasang suami istri demotologist yang bernama Lorraine Warren (Vera Fermiga) dan Ed Warren (Patrick Wilson). Di awal kisah yang bisa disebut adalah sebuah bagian prolog atau pembukaan, dikenalkan bahwa Lorraine beserta suaminya, Ed adalah seorang pemburu (atau yang lebih tepat disebut sebagai konsultan) hantu. Pada bagian prolog ini, kenyataan awal bahwa keduanya adalah konsultan hantu dijelaskan lewat beberapa dialog antara keduanya (Lorraine dan Ed) dengan Camilla (Amy Tipton), Debbie (Morganna Bridgers), dan Georgiana (Marion Guyot). Ketiganya, mengeluhkan tentang beberapa kejadian aneh yang terjadi di apartemen tempat tinggalnya. Keanehan tersebut, diduga berasal dari Annabelle, boneka berwujud anak perempuan yang dimiliki oleh Debbie. Dari awal bagian prolog, jika kita menutup mata untuk tingkatan selanjutnya, semua akan mengira bahwa point penting dalam film ini adalah Ed dan Lorraine Warren serta boneka Annabelle.

Terlepas dari prolog yang telah dijelaskan, seketika kisah yang dibahas mulai berbeda. Pembahasan tentang cerita Annabelle di prolog kemudian tenggelam kerana hadirnya tokoh-tokoh baru yang jika dikaitkan dengan tokoh yang muncul di bagian prolog tidak memiliki keterkaitan yang jelas. Dari sini, akan tersirat sebuah pertanyaan yang mendasar, apa hubungannya boneka Annabelle dengan konsepsi dan konteks yang dibahas dalam film ini? Pertanyaan ini begitu memuncak, tak menemui jawaban yang legal dan sesuai dengan logika. Sempat terpikir beberapa saat, lewat dialog Ed dengan seorang peserta dalam sebuah forum presentasinya bahwa bonaka Annabelle telah diamankan di tempat yang aman, apakah pembahasan mengenai cerita Annabelle berhenti sampai di prolog saja?

Tokoh-tokoh yang muncul dalam film ini kemudian, adalah sebuah keluarga yang baru memutuskan untuk pindah rumah. Keluarga ini diketahui adalah sepasang suami istri bernama Roger Perron (Ron Livingston) dan Carolyn Perron (Lili Taylor) beserta kelima anaknya yaitu Andrea (Shanley Carwell), Nancy (Hayley Mc Farland), Cristine (Joey Kiney), Cindy (Mackenzie Foy), dan April (Kyla Deaver). Kesemuanya, tidak ada kaitannya secara langsung dengan pembahasan mengenai boneka Annabelle di awal dibukanya penceritaan. Mungkin, beberapa orang beranggapan bahwa alur atau plot yang dibangun penulis skenario disini adalah multiplot dengan beberapa tokoh yang dianggap tidak berkaitan ternyata memiliki sebuah hubungan yang masih memiliki relevansi dalam keberlangsungan serta kesinambungan naratif cerita tersebut. Namun, sampai pada pertengahan cerita. Ketika point-point klimaks sudah mulai dimunculkan secara visual dan mental serta kejiwaan masing-masing tokoh, masih saja tak menemui jawaban. Lantas, apa sebenarnya hubungan boneka Annabelle dengan keberlangsungan dan kesinambungan cerita ini?

Dari awal pembahasan, memang tak hanya Annabelle yang menonjol pada prolog cerita. Disana, juga terdapat sepasang suami istri demotologist yang juga telah dibahas pada paragraf-paragraf sebelumnya. Keduanya (Ed dan Lorraine), pada akhirnya dipertemukan dan dihubungan dengan Carolyn di sebuah forum. Carolyn kemudian meminta bantuan Ed dan Lorraine untuk mengatasi beberapa pengalaman supranatural mengerikan yang terjadi dirumah barunya sehingga mengganggu mental kelima buah hatinya. Dari keterkaitan ini, jelas membuktikan bahwa pada akhirnya prolog dengan keberlangsungan cerita mulai berkaitan dan saling berkesinambungan. Anggapan multiplot yang dianut mulai sedikit teraba jelas. Namun, kemudian timbul beberapa pertanyaan yang lagi-lagi mengganjal. Apa hubungannya dengan boneka Annabelle?

Dan masih Annabelle, mengapa Annabelle? Sebab, dari shot awal yang diambil seolah mengisyaratkan sebuah simbol yang tersirat. Shot mata Annabelle di awal prolog cerita ini seolah memberi atmosfer yang nyata bahwa film ini akan berkisah tentang boneka Annabelle. Beberapa orang juga pasti menangkap sebuah ketersiratan, bahwa sutradara ataupun penulis skenarionya berusaha membangun sebuah atmosfer Annabelle dalam keberlangsungan cerita. Namun, bahkan sampai pada titik klimaks cerita dalam film ini, keterkaitan antara boneka Annabelle dengan keberlangsungan cerita masih saja tak nampak. Annabelle, hanya sekali muncul ketika Judy Warrens (Sterling Jerins) yang merupakan putri dari Ed dan Lorraine mendapat gangguan dari roh yang mengganggu rumah keluarga Warren. Disana terlihat Bathsheba (Joseph Bisbara) sedang memangku Annabelle diatas kursi goyang. Kemudian, muncul kembali sebuah pertanyaan, apa hubungannya dengan Annabelle? Mengapa juga Bathsheba tiba-tiba muncul di rumah keluarga Warren padahal sebelumnya Bathsheba mengutuk manusia yang memiliki lahannya? Dan mengapa Bathsheba memangku Annabelle?

Beberapa pertanyaan kemudian menyeruak ke permukaan, apa hubungan antara Bathsheba dengan Annabelle? Dalam sebuah dialog antara Ed dan Lorraine, dijelaskan secara rinci mengenai riwayat berawalnya hingga alasan mengapa keluarga Perron mendapat gangguan dari roh-roh. Juga dijelaskan secara rinci mengenai siapa itu Bathsheba pada awalnya. Selain Bathsheba, Ed dan Lorraine juga menjelaskan dalam dialognya mengenai korban Bathsheba sebelumnya yang rohnya juga menghantui keluarga Perron. Dari dialog yang berdurasi tak sampai lima menit itu, semua masalah seolah telah memiliki titik terang. Jika ditinjau dari sudut pandang atau perspektif naratifnya, dialog ini seolah menjadi jawaban yang menghubungkan klimaks dan antiklimaks. Dialog ini ditempatkan tepat setelah klimaks untuk mendorong dan menggiring cerita ke antiklimaks.

Namun, sampai berakhirnya kisah ini, tidak dijelaskan secara rinci mengenai keterkaitan kisah keluarga Perron dengan boneka Annabelle tersebut. Mungkin, keterkaitan yang ditulis oleh penulis skenario adalah keterkaitan tersirat dengan membebaskan penonton menginterpretasikan sendiri mengenai hubungan Annabelle dengan kisah keluarga Perron. Namun, seperti yang telah dituliskan pada awal adegan film ini, cerita ini diilhami dari kisah nyata sepasang suami istri demotologist. Jadi, segala apa yang tercipta dalam visualisasi film serta kontennya, kesemuanya dilandaskan pada kesaksian Lorraine Warren. Kemudian timbul pertanyaan lagi, benarkah Annabelle memiliki keterkaitan dengan kisah keluarga Perron?

Jika ditelaah, Annabelle tidak pernah secara langsung berhubungan dengan keluarga Peron. Adegan atau cerita Annabelle, selalu terpisah dengan cerita keluarga Perron. Satu-satunya yang membuat keduanya terkait dalam film ini adalah Ed dan Lorraine. Annabelle juga tidak pernah terlihat di rumah keluarga Perron.  Jadi, secara kasar dapat disimpulkan bahwa sebenarnya Annabelle tidak memiliki hubungan dengan kisah keluarga Perron. Satu-satunya penghubung adalah kisah kesaksian Ed dan Lorraine yang mungkin pernah mengatasi masalah boneka Annabelle. 

Sedangkan prolog yang terlihat lebih menitik beratkan pada boneka Annabelle diawal hanyalah sebuah simbol yang memperkenalkan latar belakang Ed dan Lorraine sebagai seorang demotologist. Kemudian, kemunculan Annabelle dalam pangkuan Bathsheba sekilas menimpangkan logika struktural yang dipersepsikan pada awalnya. Logika ini membangun sebuah ilusi kenyataan yang tersirat seolah-olah Bathsheba memiliki keterkaitan dengan Annabelle. Walaupun sebenarnya menurut penulis tidak. Sama sekali tidak ada keterkaitan antara Annabelle dengan kisah keluarga Perron. Namun semua itu diselaraskan, ditulis, dan dieksekusi semanis mungkin sehingga membuat keduanya seolah memiliki hubungan yang selaras.

Pada dasarnya, alur yang digunakan penulis skenario ini adalah alur maju. Tidak terlihat ada flashback dalam pengorganisasian waktu di film ini. Kesemuanya saling berlanjut satu sama lainnya. Mulai dari prolog yang masuk pekenalan, klimaks, hingga perjalanan dari klimaks menuju antiklimaks. Cerita ini mengalir dengan continuitas waktu yang teratur. Dialog antara Ed dengan Lorraine yang menjadi titik penyelesaian juga tidak dibuat sebagai flashback. Melainkan lebih kepada terbongkarnya sebuah kenyataan pada waktu itu juga.

Akhirnya, meskipun ada beberapa logika tidak dapat dipahami secara struktural di akal, namun film ini sangat berkesan. Dengan kisah yang secara naratif terbilang sederhana, James Wan mampu mengeksekusi film ini menjadi film yang sangat diperhitungkan.[]





NB : Arsip tugas kuliah yang 'sayang' jika hanya disimpan begitu saja

Rabu, 23 Januari 2019

Musik : Mencari Esensi tanpa Lirik

21.11 0 Comments




Musik....


Bagi beberapa orang, musik merupakan sebuah bentuk media kreatif yang dapat menggerakkan hati penikmatnya. Jika puisi menggerakkan hati dengan rima, maka musik menggerakkan hati dengan nada. Sebagai bagian dari seni yang bersifat  abstrak, tidak jarang beberapa orang kurang mampu menerima makna yang hanya didapatkan secara tersirat. Namun, begitulah musik mampu membius para penikmatnya terlepas dari beberapa kontroversi agamis tentang musik.

Di Indonesia, musik kerap kali identik dengan lagu yang memusatkan lirik tentang cinta. Katakanlah sesuatu tentang musik, alhasil para pemuda pemudi hanya akan menjawab ‘nostalgia’. Bagi mereka, musik digunakan sebagai media utama nostalgia sebab liriknya yang sangat realistis dan dirasa mewakili suasana hati pada saat tertentu.

Katakanlah sekarang bahwa kau tak bahagia, aku punya ragamu tapi tidak hatimu. Kau tak perlu berbohong, kau masih menginginkannya. Kurela kau dengannya, asalkan kau bahagia

Lirik diatas merupakan potongan lirik lagu popular tahun 2017 yang dipopulerkan oleh Armada. Seperti yang kita ketahui bahwa liriknya sangat realistis dan dengan tegas menggambarkan sebuah peristiwa. Lirik yang begitu realistis ini, jelas memudahkan penikmatnya untuk memainkan fantasi maupun kenangan.

Jika kenangan sudah diputar di sudut otak kanan, maka biasanya seseorang akan mulai merealisasikan ‘kau’ dalam lirik lagu menjadi seseorang yang dituju. Maka begitulah mengapa ikatan lirik lagu sangat kuat menghantui kenangan yang dikatakan sebagai nostalgia. Kemudian begitulah lagu diingat. Meski lirik merupakan satu kesatuan dalam lagu, namun pada dasarnya di Indonesia, lirik memiliki peranan kuat untuk membius penikmatnya.


Lantas, apakah sebenarnya kita hanya jatuh cinta pada liriknya? Bukan musiknya?


Maraknya lagu yang mengatasnamakan cinta, membuatku mulai jengah sebab aku tak lagi memiliki memori bercinta untuk kurun waktu cukup lama. Esensi lagu yang memusatkan pada lirik cinta dengan tujuan menyerang kenangan seseorang dengan nostalgia, sudah tidak lagi berlaku kepadaku. Musik hanya sebatas musik. Tak lagi memikirkan esensi sebab kebanyakan hanya akan sebatas ‘easy listening’.

Berangkat dari kebiasaan menonton drama korea, aku akhirnya menemukan kembali musik. Beberapa original sountrack (OST) drama korea begitu membekas dihati meski jujur saja arti lirik lagunya saja benar-benar tak mengerti. Diam terhanyut dalam alunan nada tanpa terganggu arti lirik benar-benar sebuah kenikmatan hakiki J. Sembari mendengarkan dengan nyaman, pikiran tenang sembari beraktifitas dengan kejamnya dunia tanpa harus dihantui nostalgia.

Pada saat itu aku benar-benar mendengarkan musik dan membiarkan memori dengan liar menemukan titik amannya, dan itu benar-benar nikmat.  Membiarkan otak kanan mememukan interpretasinya sendiri dengan bebas. Mendengarkan musik tanpa terbelenggu lirik adalah bentuk mengenali esensi musik yang sebenarnya. Itulah mengapa beberapa lagu berbahasa asing sengaja didistribusikan tanpa arti internasional. Tujuannya sudah sangat jelas, ‘’agar ‘penggemar’ dapat menikmati musiknya sebelum mengenali arti liriknya’’.

Maka, sampai detik ini, untuk beberapa alasan aku sama sekali tidak ingin mengetahui apa arti lirik beberapa ost drama korea berikut :

Will Be Back - Sunhae Im (2016)
Voice - Yuna Kim (2017)
Grown Up - Sondia (2018)
We All Lie - Ha Jin (2019)

Alasannya? Aku hanya ingin menikmatinya dengan bebas. Jika ingin, pernahkah mencoba mendengarkan musik tanpa lirik? Atau minimal tidak memahami lirik? Jika tidak, cobalah. Itu nikmat.

Krisis Rute

04.01 0 Comments

Pada batas bayang monodekade,
Melodiku tak sadar mengutuk dan menghardik rute
Sesaat, indraku terpaku mematut cermin kemudian berlarian mengejar arogansi fanatisme
Kencang, dengan ambisi lampaui ritme
Jauh disana, letak mimpiku terbingkai kolase.

Aku tiba dipersimpangan jalan tepat di batas lebih dua dekade
Namun, seluruh indra nampaknya lelah berkampanye
Mata memutar meratap puluhan lintasan di ujung jalan dan aku tersesat ditengah rute
Ah, mental merunduk dan menyatakan stagnasi, seolah memberi kode
Dan demikian, tak ada petunjuk jalan, tak ada lalu lalang bantuan, ruteku terblokade!

Di dua dekade, ruteku terblokade
Di dua dekade, aku krisis rute

Besuki, 18 Januari 2018