Rabu, 23 Januari 2019

Musik : Mencari Esensi tanpa Lirik





Musik....


Bagi beberapa orang, musik merupakan sebuah bentuk media kreatif yang dapat menggerakkan hati penikmatnya. Jika puisi menggerakkan hati dengan rima, maka musik menggerakkan hati dengan nada. Sebagai bagian dari seni yang bersifat  abstrak, tidak jarang beberapa orang kurang mampu menerima makna yang hanya didapatkan secara tersirat. Namun, begitulah musik mampu membius para penikmatnya terlepas dari beberapa kontroversi agamis tentang musik.

Di Indonesia, musik kerap kali identik dengan lagu yang memusatkan lirik tentang cinta. Katakanlah sesuatu tentang musik, alhasil para pemuda pemudi hanya akan menjawab ‘nostalgia’. Bagi mereka, musik digunakan sebagai media utama nostalgia sebab liriknya yang sangat realistis dan dirasa mewakili suasana hati pada saat tertentu.

Katakanlah sekarang bahwa kau tak bahagia, aku punya ragamu tapi tidak hatimu. Kau tak perlu berbohong, kau masih menginginkannya. Kurela kau dengannya, asalkan kau bahagia

Lirik diatas merupakan potongan lirik lagu popular tahun 2017 yang dipopulerkan oleh Armada. Seperti yang kita ketahui bahwa liriknya sangat realistis dan dengan tegas menggambarkan sebuah peristiwa. Lirik yang begitu realistis ini, jelas memudahkan penikmatnya untuk memainkan fantasi maupun kenangan.

Jika kenangan sudah diputar di sudut otak kanan, maka biasanya seseorang akan mulai merealisasikan ‘kau’ dalam lirik lagu menjadi seseorang yang dituju. Maka begitulah mengapa ikatan lirik lagu sangat kuat menghantui kenangan yang dikatakan sebagai nostalgia. Kemudian begitulah lagu diingat. Meski lirik merupakan satu kesatuan dalam lagu, namun pada dasarnya di Indonesia, lirik memiliki peranan kuat untuk membius penikmatnya.


Lantas, apakah sebenarnya kita hanya jatuh cinta pada liriknya? Bukan musiknya?


Maraknya lagu yang mengatasnamakan cinta, membuatku mulai jengah sebab aku tak lagi memiliki memori bercinta untuk kurun waktu cukup lama. Esensi lagu yang memusatkan pada lirik cinta dengan tujuan menyerang kenangan seseorang dengan nostalgia, sudah tidak lagi berlaku kepadaku. Musik hanya sebatas musik. Tak lagi memikirkan esensi sebab kebanyakan hanya akan sebatas ‘easy listening’.

Berangkat dari kebiasaan menonton drama korea, aku akhirnya menemukan kembali musik. Beberapa original sountrack (OST) drama korea begitu membekas dihati meski jujur saja arti lirik lagunya saja benar-benar tak mengerti. Diam terhanyut dalam alunan nada tanpa terganggu arti lirik benar-benar sebuah kenikmatan hakiki J. Sembari mendengarkan dengan nyaman, pikiran tenang sembari beraktifitas dengan kejamnya dunia tanpa harus dihantui nostalgia.

Pada saat itu aku benar-benar mendengarkan musik dan membiarkan memori dengan liar menemukan titik amannya, dan itu benar-benar nikmat.  Membiarkan otak kanan mememukan interpretasinya sendiri dengan bebas. Mendengarkan musik tanpa terbelenggu lirik adalah bentuk mengenali esensi musik yang sebenarnya. Itulah mengapa beberapa lagu berbahasa asing sengaja didistribusikan tanpa arti internasional. Tujuannya sudah sangat jelas, ‘’agar ‘penggemar’ dapat menikmati musiknya sebelum mengenali arti liriknya’’.

Maka, sampai detik ini, untuk beberapa alasan aku sama sekali tidak ingin mengetahui apa arti lirik beberapa ost drama korea berikut :

Will Be Back - Sunhae Im (2016)
Voice - Yuna Kim (2017)
Grown Up - Sondia (2018)
We All Lie - Ha Jin (2019)

Alasannya? Aku hanya ingin menikmatinya dengan bebas. Jika ingin, pernahkah mencoba mendengarkan musik tanpa lirik? Atau minimal tidak memahami lirik? Jika tidak, cobalah. Itu nikmat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar