Selasa, 29 Januari 2019

Syair Duka Segara (Antologi Puisi 'Lautku Lautmu') -1



Senandung hempasan busa diatas pasir terbingkai dalam doa
Debur ombak, sesekali menjadi alunan syahdu pengantar duka
Semburat kuning kemerahan diujung segara menambah kemelut senja
Nyiur melambai, menyeringai seolah mengutuk hamparan samudra

Disana, tepat ditengah samudra
Ribuan manusia meregang nyawa
Nyawa hilang tanpa peduli asal usul raga dan tujuannya
Gelombang rontokkan nyawa tanpa ampun dengan keganasannya

Nelayan yang mencari penghidupan hajat manusia
Balita yang tengah berlibur dengan keluarga
Tentara yang tengah mengabdi karena tugas kenegaraannya
Hingga pejabat yang melintas karena urusan pentingnya
Semua, ditelannya

Tak peduli bagaimana, tergelincir ataupun badai segara
Semua ditelannya
Tanpa peduli, ada jutaan pasang mata sayu yang menunggu di sudut pengharapan samudra
Tak peduli, beban apa yang akan ditinggalkan sepeninggalnya

Hei segara! Hei Samudra!
Sebenarnya, siapa yang kau puja?
Sang Pencipta Jagat Raya atau yang lainnya?
Mengapa kau telan semuanya?
Mulai yang masih balita, belia, hingga renta?
Apa tujuanmu sebanarnya?
Apakah benar untuk menjadi prajurit kerajaan bawah samudra?

Sadar Segara!
Pemegang kendali di dunia ini hanya Yang Maha Kuasa
Bukan Ratu, Raja seperti yang kau duga
Lihatlah sudut sana
Ada bayi mungil yang kehilangan ayahnya
Ada gadis kecil yang kehilangan ibunya
Ada ibu yang kehilangan anaknya
Ada suami yang kehilangan istrinya, dan sebaliknya
Pun, ada yang sebatang kara

Tengoklah, tak adakah satupun yang mengiris hatimu segara?
Dengan keangkuhanmu apakah kausadar banyak orang yang tersiksa? Menderita?
Mereka hanya menanti satu hal, segara!
Tak apa kau ambil nyawa, tapi tidak dengan raganya
Dalam syair duka ini, semua meminta
Kembalikan jasad mereka, segara!

Suatu tempat di sudut Indonesia, 2015





Tidak ada komentar:

Posting Komentar