Senin, 29 Oktober 2018

Aku (tidak lagi) Bisa Menulis ---------


"Tulis dengan bahasa yang mudah dimengerti"
"Jangan pake bahasa yang berlebihan"
"Tulisanmu harus berguna untuk orang lain"

Saat itu, aku tersentak. Tiga kalimat yang benar-benar menampar.
Aku diam. Menatap tulisanku yang masih dihadapan. Kemudian, sibuk merevisi menjadi 'bahasa yang mudah dimengerti'.
"Bahasa yang mudah dimengerti itu seperti apa?" Entahlah. 

Sejauh ini, itulah standard yang tidak benar-benar kupahami.
Pada saat itu, aku tidak marah. Aku hanya berusaha mengubah tulisanku, aku mengubah sudut pandangku, aku mengubahnya menjadi 'bahasa yang mudah dimengerti'.
Semakin lama, aku semakin terbiasa. Semakin aku terbiasa, semakin sering aku hanya menuliskan 'bahasa yang mudah dimengerti'.  Meski demikian, sejujurnya aku yang semakin tidak mengerti diriku. Aku kehilangan diriku.
Sampai di titik. 

Aku tidak bisa menulis----
Saat itu aku sadar, seberapa pun aku bertahan hidup dengan aturan orang lain, perlahan aku akan benar-benar kehilangan diriku.
Tak berlaku hanya dengan hidupku, tapi hidup semua orang.
Jika seseorang hidup untuk orang lain, maka dia akan kehilangan dirinya yang sebenarnya. Pelan-pelan, perlahan, bahkan tanpa sadar. Tak perlu susah payah dimengerti. Tanyakan pada diri saja, "apa hidupmu benar milikmu?"

Aku tidak lagi bisa menulis-------
Aku tidak lagi bisa bercumbu dengan malam kemudian melahirkan syair.
Aku tidak lagi bisa mengeksekusi kata menjadi majas.
Aku tidak lagi bisa merangkai puisi menjadi sebuah kisah. 

Aku tidak lagi bisa menulis-----
Aku hanya diam dan sesekali tersenyum menatap selayang pandang syair yang sebelumnya sempat kutulis, tulus.
Bagaimana dulu aku bisa menuliskannya?
Aku benar-benar tidak mengingatnya.
Jujur saja,  selama beberapa tahun terakhir aku hanya menulis berdasarkan standar dan aturan.  Aku tidak lagi boleh mengungkapkan 'gaya' menulisku, seberapapun aku ingin.
Yang ku pikirkan hanya :
"Apa orang lain akan mengerti jika aku menulis seperti ini?"
"Apakah orang lain akan menerimanya?"

Singkatnya, aku hanya memikirkan tentang bagaimana anggapan orang lain tentang tulisanku. Dan sungguh, itu benar-benar tidak nyaman.
Seolah seperti hidupmu dikendalikan oleh orang lain. Rasanya, hidupmu bukan milikmu.
Jika saat ini secara tidak sadar hidupmu sedang dikendalikan orang lain, maka sadarlah!  Hidupmu itu milikmu!
Jika selama ini aku terbius dan tidak sadar. Maka kali ini aku sadar sepenuhnya.
Aku tidak bisa hanya hidup untuk orang lain
Hidup 'melayani' selera orang lain
Hidup memuaskan 'selera pasar'

Aku lelah!
Tidakkah aku juga punya hak untuk 'melayani' hidupku?
Tidakkah aku berhak menulis sesuai keinginanku?
Dan.
Akan kucoba lakukan!
Teruntuk standard dan aturan.
Maaf, aku ingin menemukan kembali hidupku.
Aku tidak lagi bisa mendewakanmu sebagai batasan tulisanku, karena sungguh akan membuatku benar-benar kehilangan diriku.
Aku menyayangi hidupku.
Aku ingin hidup, untuk diriku.
Tak peduli sesuai selera, bukankah itu akan membuatku lega? Mengertilah!
Maka jika kau juga menyayangi hidupmu, hiduplah tanpa mengkhawatirkan banyak hal. Lakukan keinginanmu. Bebaslah, hidupmu adalah milikmu. Lakukanlah sesuai keinginanmu.
Ribuan standard dan aturan, maaf kuabaikan kau sekarang.
Ribuan standard dan aturan, sekarang aku sudah dibebaskan, bukan?
Aku sadar,  kebebasan akan membuatku gundah menentukan jalan karena hanya akan terbang tanpa tujuan.
Tapi kupastikan, tidak akan lama.
Sementara aku terbang tanpa tujuan, kulakukan keinginan sembari menciptakan jalan.
Ya, aku ingin menciptakan jalan, bukannya mengikuti jalan.
Jika di jalan yang ku ciptakan, aku kembali bertemu denganmu, ku harap kita tetap bersahabat ya.
Sementara waktu, selamat tinggal aturan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar